PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

Jl. Kesuma Bangsa No.1 ,Kel. Bugis, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75121

Teruslah Bodoh: Sindiran Penuh Cinta untuk Kaum Pintar yang Tersesat

Resensi Buku    1 bulan yang lalu   
Andri    12 Kali

Sumber Foto: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Samarinda

Judul: Teruslah Bodoh, Jangan Pintar
Penulis: Tere Liye
Jumlah halaman: 371 halaman
Penerbit: Sabak Grip Nusantara
Terbit: Juli 2024 (cetakan ke-6)
ISBN: 9786238882205

Teruslah bodoh. Jangan pintar. Karena pintar itu jebakan. Kalimat pembuka itu seperti menampar lembut wajah kita. Dingin. Tapi menyadarkan. Seolah-olah Tere Liye sedang menatap kita tajam lalu berkata, “Kamu pikir kamu sudah pintar? Tidak. Kamu cuma kelihatan sibuk, bukan cerdas.”

Buku ini bukan ditulis untuk membuat kita merasa nyaman. Ini bukan motivasi murahan

yang menepuk-nepuk punggung dan berkata “Kamu hebat, tetap semangat, ya.” Bukan. Buku ini adalah tamparan. Sindiran. Tapi justru karena itu, ia terasa tulus.

Tere Liye, seperti biasa, tidak pernah setengah hati kalau sedang bicara soal realita. Ia memang penulis fiksi, tapi ketika turun menulis non-fiksi, ia menjelma jadi “guru kehidupan” yang tidak basa-basi. Ia tidak sedang mencoba membangun citra sebagai motivator, tidak juga menjual “kebijaksanaan palsu”. Ia hanya menyampaikan sesuatu yang sudah terlalu lama didiamkan: bahwa hari ini, banyak orang terlihat pintar, tapi sebenarnya kosong.

Buku ini bukan teori. Bukan kumpulan hasil riset ilmiah. Tapi ironisnya, justru terasa lebih jujur daripada ratusan buku pintar lainnya. Karena apa? Karena ia lahir dari pengamatan panjang, dari pengalaman hidup, dari interaksi nyata, dan tentu saja—dari keberanian berkata jujur.

Tere Liye menguliti banyak hal: sistem pendidikan yang hanya menghasilkan robot penghafal, budaya kerja yang memuja jam lembur tapi membenci efisiensi, media sosial yang membentuk generasi pamer, sampai manusia-manusia sok tahu yang hobi berdebat tapi tak paham apa-apa.

Setiap tulisan pendek di buku ini seperti peluru. Ditembakkan satu per satu. Tepat sasaran.

Teruslah Bodoh, Jangan Pintar terdiri dari puluhan esai pendek, masing-masing 2–3 halaman. Tapi jangan anggap pendek itu ringan. Setiap tulisan adalah semacam jurus mematikan yang bisa bikin pembaca mendadak diam, berpikir, lalu senyum getir.

Misalnya, ketika ia menulis tentang “Anak-anak yang hanya belajar supaya dapat nilai bagus”—bukankah itu kita dulu? Atau saat ia menyindir para karyawan yang sibuk tampil sibuk, rapat pagi sampai malam, tapi tidak ada hasil apa-apa—bukankah itu kantor kita?

Tere Liye juga membedah kebiasaan orang dewasa yang suka terlihat bijak, padahal hanya pintar ngomong. Dan yang paling menusuk, adalah tulisan-tulisan yang menyoal mereka yang “pintar secara formal” tapi tidak bisa membaca tanda-tanda zaman.

Semua itu dibungkus dalam gaya satir, seringkali lucu, dan penuh analogi cerdas. Kadang seperti ngobrol santai, kadang seperti debat terbuka. Tapi satu hal pasti: tidak ada yang sia- sia dalam setiap paragrafnya.

Buku ini tidak berusaha membuat kita terhibur. Tapi anehnya, justru sangat menyenangkan untuk dibaca. Karena kita akan merasa, “Akhirnya ada juga yang berani bilang ini semua omong kosong.”

Setiap esai punya ruh. Tidak hanya kritis, tapi reflektif. Gaya bahasanya tegas, tidak muter-muter, kadang kasar tapi sangat tepat sasaran. Buku ini mampu menjadi cermin yang jujur—bukan sekadar jendela dunia luar, tapi refleksi diri sendiri.

Namun, tentu saja, buku ini tidak cocok untuk semua orang. Bagi pembaca yang terlalu sensitif, yang tidak suka dikritik, yang hidup dalam tempurung kenyamanan, tulisan Tere Liye mungkin terasa terlalu menusuk. Bahkan bisa menyinggung.

Di sisi lain, beberapa tema terasa berulang. Misalnya, kritik terhadap sistem pendidikan atau kebiasaan pamer di media sosial dibahas di beberapa tulisan berbeda dengan intonasi serupa. Tapi mungkin memang itulah yang ingin ditekankan: bahwa masalah kita itu-itu saja, hanya dibungkus beda-beda.

Teruslah Bodoh, Jangan Pintar bukanlah buku motivasi. Ini bukan bacaan yang akan mengelus kepala dan berkata “semangat ya”. Sebaliknya, ini adalah suara jujur yang bilang, “Kamu tidak sepintar yang kamu kira.”

Dan justru karena itu, buku ini penting. Ia mengajak kita meninjau ulang cara berpikir, cara hidup, bahkan cara kita memaknai ‘pintar’.

Teruslah bodoh. Karena dalam kebodohan itu masih ada ruang untuk belajar, memperbaiki, dan tumbuh. Sedangkan jika kita merasa sudah pintar, maka tamatlah sudah.

 

Muhammad Arya Setyawan

Mahasiswa FT Unmul Samarinda


TINGGALKAN KOMENTAR

Pemerintah Kota Samarinda

DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

Jl. Kesuma Bangsa No.1 ,Kel. Bugis, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75121

Telp: 0541-
Email: dispursip_smr@gmail.com
Website: https://perpustakaankearsipan.samarindakota.go.id


2025